Memori Masa Silam


Setiap orang pasti memiliki memori masa lalu yang mampu mengundang senyum saat mengingatnya, memori akan masa-masa itu merupakan hal yang tidak terlupakan sepanjang kenangan sehingga terkadang membuat kita berangan-angan untuk dapat kembali ke masa lalu lagi; sebuah ingatan masa silam yang hampir tiada seorangpun dapat menyangkal keindahan dan keseruannya ialah memori semasa kanak-kanak, masa ketika segala sesuatu terasa jauh lebih menyenangkan. Kata orang-orang sih begitu dan aku setuju.

Kalau membahas tentang masa kanak-kanak, aku langsung teringat pada beberapa hal yang akrab denganku sewaktu kecil dulu, hal yang aku maksud bukanlah berupa gadget ataupun mainan keren seperti yang dimiliki anak-anak di zaman sekarang, tetapi lebih kepada alam yang menghadiahkan banyak permainan juga kenangan. Dan, saat ini akan aku ceritakan bagaimana masa-masa kecilku dulu, sekaligus bernostalgia ke masa lalu.

Bermain di Pantai

Sejak kecil, pantai sudah menjadi tempat yang sangat akrab denganku, berkat lokasi rumah yang tidak terlalu jauh dari pantai, aku bisa memanjakkan kaki di atas pasir hitam dan bermain ombak hampir setiap hari. Pantai yang berada dekat rumah bukanlah objek wisata terkenal di Ternate, meskipun begitu, pantainya dapat memberikan kesenangan yang luar biasa. Pantai itu aku namakan Pantai Jambula karena lokasinya berada di Desa Jambula, tempat tinggalku.

Pantai Jambula Ternate

Di pantai Jambula, aku belajar mengenal kehidupan menjadi anak pinggir pantai, biasanya setiap pagi ataupun sore, pantai jambula selalu ramai didatangi oleh anak-anak seumuranku, kala itu; ada yang berlari-larian, bermain pasir, naik perahu nelayan, dan ada pula yang langsung menceburkan diri ke air laut untuk Batobo. (Dalam bahasa Ternate, Batobo artinya mandi di laut).

Saat batobo, beberapa anak sering menggunakan batang pisang sebagai pelampung, aku salah satu dari mereka. Sebelum berbasah-basahan dalam deburan ombak laut, aku akan sibuk mencari batang pisang yang sudah ditebang terlebih dahulu, tak jarang pula sering berebut batang pohon dengan anak lain hingga berakhir dengan kesepakatan untuk menggunakannya bersama-sama, terkadang berakhir juga dengan saling mengancam  “Oh bagitu? Awas eee kalo ngana berani lewat kita pe rumah!” Untung saja ancaman itu hanyalah ungkapan kekesalan dari anak-anak yang masih lugu, kalau tidak? Ya tidak apa-apa sih. Aha!

Pantai Jambula Ternate

Selain batobo, hal yang sering aku lakukan adalah pergi ke nyare untuk mencari kerang dan menangkap ikan-ikan kecil pada siang, bahkan hingga sore hari. Dalam bahasa Ternate, nyare adalah keadaan dimana air laut menjadi surut sehingga pantainya terlihat kering dan bertambah luas, akan tampak  bebatuan, karang, rumput laut, serta kubangan air kecil yang terperangkap di antara batu berlumut, di dalam kubangan air terdapat ikan-ikan cantik yang menjadi target untuk aku tangkap dan bawa pulang sebagai peliharaan, jangka pendek. 

Akibat terlau sering bermain di pantai, aku selalu diomeli oleh orang tuaku dengan kalimat yang sama; “Ngana nih anak perempuan kerjanya main terus. Tiap hari batobo! liat tuh muka so itam sama deng arang.” Yang penting kubahagia, mah. Lagipula apapun yang terjadi, aku tidak mungkin berubah jadi arang, kecuali kalau di sumpah oleh mamah. Huh, jangan.

Berpetualang di Hutan & Kebun Rempah-Rempah

Pantai Jambula Ternate

Bagiku, hal menyenangkan selain bermain di pantai adalah berpetualang di hutan. Sebagai seorang yang terlahir dan besar di bumi rempah-rempah, bermain di hutan untuk mencari cengkeh, pala, dan buah-buahan merupakan hal yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Kebun cengkeh dll, biasanya berlokasi di dekat hutan, oleh karena itu masyarakat Ternate kadang lebih suka menyebutnya Hutan daripada Kebun. Setiap musim cengkeh tiba, para warga akan pergi ke kebun masing-masing untuk memanen cengkeh, begitu juga denganku. Beruntung, saudara dari kakek dan nenek memiliki kebun cengkeh sendiri, sehingga aku bebas bermain dan mengumpulkan cengkeh-cengkeh tersebut sebanyak mungkin, asalkan tidak sampai menjual kebun mereka.

Pantai Jambula Ternate

Jarak antara rumah dan kebun cengkeh memang cukup jauh, meskipun begitu,  tidak peduli seberapa jauh jaraknya, selama masih bisa dijangkau dengan berjalan kaki dan tidak mendatangkan cidera maka akan aku jajaki, toh Ternate itu kecil kok. Iya. Kecil, tapi tetap butuh kendaraan kalau ingin berkeliling Ternate.

Perihal memanjat pohon, jangan ditanya; aku payah dalam hal itu, karena berani naik tapi takut turun, tak jarang saat turun dari pohon, aku akan mendarat ke tanah dengan posisi menggemaskan sekaligus memprihatinkan. Tak panjat maka tak dapat cengkeh, yakan? Setelah mengumpulkan cengkeh, selanjutnya yang aku lakukan adalah melakukan kegiatan ba cude, yaitu kegiatan memisahkan cengkeh dari tangkainya secara manual, kemudian di jemur dan di jual. Well, dulu aku jarang meminta uang ke orang tua saat musim cengkeh tiba. Eheheu.

Oh iya! waktu kecil, aku juga pernah bermain perang-perangan bersama beberapa teman kecilku, kami bermain menggunakan mainan tradisional Dodorobe, yaitu mainan yang terbuat dari bambu kecil atau lebih dikenal dengan nama Pletokan Bambu. Untuk membuat mainan tersebut, aku dan teman-teman akan pergi ke hutan untuk mencari bambu dan kembang jambu sebagai pelurunya. Sebenarnya aku tidak terlalu sering memainkan dodorobe, aku hanya ikut-ikutan membuatnya saja, karena kalaupun main, palingan hanya dipakai untuk menembak angin atau cicak yang berlalu lalang di tembok. Lebih tepatnya perang-perangan dengan cicak.  Tapi, percayalah, meskipun senang bermain perang-perangan, aku masih tetaplah seorang anak perempuan yang manis. Huwekekek.

***
Itu dia sekelebat memori masa silam yang masih bertengker dalam ingatan. Sayang sekali ya, aku tidak memiliki foto khusus saat sedang batobo ataupun pergi ke kebun cengkeh pada masa kecil dulu, maklumlah, dulu aku memang belum punya handphone, masih belum mengenal kamera hp dan selfie-selfie seperti sekarang ini. Ya, dulu benar-benar anak desa banget, belum seratus persen terkontaminasi  dengan teknologi, jadi rada begitulah~

Btw, sebenarnya masih banyak yang ingin aku ceritakan di postingan kali ini, tapi nanti aku lanjutkan di lain waktu saja yaw.

25 komentar:

  1. hampir sama nov... kadang dulu lebih asyik bermain ketempat-tempat yg sejuk, tapi kadang pernah juga diajak orang tua ke kebun.. mengingatkan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, dulu lebih asik ke tempat yang masih alami dan sejuk. Huahh :D

      Hapus
  2. NOVIII....
    ngana jatuh cinta sekali deng ini tulisan, haha
    Sederhana sekali, tapi..tapi..penuh cinta dan kasih sayang. Sngat natural mlihat dari pandangan seorang bocah perempuan dari ternate yang merindukan kenangan dikampung halaman nya.

    Dulu wktu kitorang smua kecil, main smartphone itu keliatan keren dn sngat modern, sekarang dwkatu kt sudah dewasa, anehnya kita mrindukan masa2 anak2 yng pnuh dngan kesedrhanaan dalam brmain dn brfikir.

    Skarang sya tau, klo masa kecil si novi ini sungguh liar, haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. REYHAN. HAHAHA
      Kamu orang Makassar ya? Disini ngana itu artinya kamu. Kalo di makassar kamu itu kita, disini justru kebalikannya, kita itu saya. xD

      Asiq penuh cinta dan kasih sayang, huahaha. Makasih Rey :')

      Bener, masa-masa kecil yang penuh kesederhaan justru yang paling dirindukan yak.

      Tengkyu. Haha:))

      Hapus
  3. iiiihhh yaarabb indah banget masa kecil Teh Nov. main di pantai, berjelajah ke hutan dan kebun rempah-rempah... pengen iiiihhhhh. seru kayaknya tiap hari main air, liat sunset di pinggir pantai, terus liat hewan-hewan di hutan...
    masa kecilku main sama dua teman dengan aneka permainan; BP, songlah, kartu, pokoknya permainan jaman dulu lah.

    ooooooohhhh oya dodorobe! oh itu namanya dodorobe... aku nyebut itu apa ya namanya, tembakan bambu gitu?? entahlah... tapi aku inget banget waktu sd temen-temen SD main gituan, dipake buat isengin temen sekelas. kan zbl.

    hahaha iya nih jaman sekarang anak-anak mainnya sama "teknologi". everything has changed.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, Riska. Hehe
      waktu kecil juga suka main itu, kartu, dan permainan jaman dulu lainnya :D

      Dodorobe itu nama lain dari pletokan bambu di Ternate. Disana namanya tembakan bambu ya? Huahaha, asiq tauk main itu. Bisa tembak-tembakan, tapi kadang ya gitu, engga jadian *lah

      Begitulah:'))

      Hapus
  4. Waah, indah sekali ya, Mbak, memori masa silamnya. Bisa banyak bermain di pantai. Kalo saya jauuuh dari pantai, tapi hampir tiap hari maen di sungai, hehehe

    Ohya, Mbak, mohon izin ya, baru saja saya follow blog ini. Terima kasih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, mas. Aku malah belum pernah main ke sungai, karena disini engga ada sungainya. Heheu

      Terima kasih. Sudah saya follow back juga, mas~

      Hapus
  5. Jadi penasaran ama suasana ternate nov baca ceritamu, kayaknya masih back to natire banget ya, permainan kita jaman dulu juga seputar alam, aaaakkk, klo ditempatku main pelepah pisang buat digeret2 nov, namanya debog

    Itu beneran kamu mainnya sampe hutan2...serasa cerita hansel and gretel dunk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo penasara, jalan-jalan kesini mbak, Nit. Nanti aku ajak jalan-jalan keliling Ternate. Heheh

      Oh disanan namanya Debog? disini engga ada namanya, orang-orang nyebutnya batang pisang. huhuaha

      Beneran mbak :')

      Hapus
  6. asik bener masa kecilnya.. kebun cengkeh, pantai.. tempatku cuma ada taman2 dan keliatan kecil kalo dibandingan sama pantai dan kebun cengkeh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, tapi tetep asiq main di taman sama temen-temen :'D

      Hapus
  7. *_* Wiiih, masa kecilnya main-main ke kebun. Di Jakarta mah ga ada kebun :/ Adanya gedong-gedong bertingkat semua.. heuh, payah dah ah. Dari gambarnya aja keliatan udara di sana masih bersih gak tercampur polusi bleketek. Ngiri euy :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu aku malah pengen liaat gedung-gedung bertingkat yang ada di Jakarta *_*

      Hapus
  8. Novii, di postingan terbaruku tentang film aku mention kamu buat jawabin pertanyaan di postinganku, buat seru2an ngobrolin film....kek semacam liebster award gituu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huaahhhh. Makasih, mbak nit. Aku baru kali ini dapet award semacam itu huahaha. Makasih mbak *langsung meluncur ke tkp xD

      Hapus
  9. waah kakak dari kecil udah bersahabat dengan alam.
    asik bangeet.. bisa dapat banyak inspirasi dan kenangan tersendiri

    BalasHapus
  10. Aaaaak aku pengin banget ih ngerasain masa kecil di pinggir pantai. Seru banget kayaknya. Mau coba batobo sama nyare. .-.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahah, tapi masa kecil udah lewat, nikmati aja masa sekarang. heheu:3
      Batobo di nyare sampe sekarang masih bisa~

      Hapus
  11. Berpetualang di hutan gak takut nyasar, Nov? Anjir... berani banget masa kecilmu! Btw, cengkeh yang kayak gimana, sih? Gue masih gak paham. Oke, gugling~ :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Engga, soalnya udah hapal sama jalan pulang dari hutan. Huahaha. Gugling aja yog. xD

      Hapus
  12. Masa kecil adalah masa yang paling seru~ nangis cuma karena gak bisa main, bukan karena ga dikasih kepastian sama gebetan :( btw, salam kenal ya^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget! Waktu kecil nangis nangis karena kehilangan mainan dan lain sebagainya, bukan karena kehilangan orang yang disayang. Heuh. Salam kenal juga ^^

      Hapus
  13. Mendarat di tanah dengan posisi menggemaskan itu seperti apa ? Adakah contoh fotonya ?

    BalasHapus