Nenek dan Pemburu THR



Huah! Tak terasa seminggu sudah lebaran berlalu, meskipun begitu aku merasa harus mengucapkan selamat hari raya idul fitri kepada kalian semua, secara tertulis. Aku tahu ini telat dan sudah banyak orang mengucapkannya tepat di hari H. Ketika hari raya idul fitri baru menginjak ambang pintu – seperti lazimnya selamat datang diucapkan, tapi biarlah. Memang sengaja aku mengucapkan selamat hari lebaran di hari ini, agar tidak sama dengan kebiasaan orang lain di luar sana. Being different is awesome. Halah!

Saat ini aku bukan hanya sekedar berniat mengucapkan selamat hari raya saja, namun juga dengan setulus hati memohon maaf kepada semuanya. Minal ‘Aidin wal Faizin, mohon maaf lahir batin ya. Maaf kalau ada beberapa tulisanku yang tidak sengaja  membuat kalian merasa tersinggung atau semacamnya. 

Ngomong-ngomong soal lebaran, entah kenapa rasanya lebaran kali ini tidak se-spesial tahun lalu. Mungkin karena tahun ini aku gagal mudik. Kalau tahun lalu aku mudik ke Gorontalo, berkumpul dengan keluarga disana dan jalan-jalan hampir setiap hari, tahun ini justru sebaliknya.  Ya, walaupun demikian, aku bersyukur karena masih dipertemukan dengan hari kemenangan bersama orang-orang tercinta dalam keadaan sehat wal afiat. Alhamdulillah.

Dalam merayakan Idul Fitri, seperti biasa seusai melaksanakan Sholat Ied dan bersalaman dengan beberapa orang di masjid, aku langsung melangkahkan kaki menuju  rumah yang jaraknya bisa katakan sangat dekat, mungkin sekitar 45 langkah dan hanya perlu melewati dua rumah saja. Sesampainya di rumah, memohon maaf kepada kedua orang tua adalah hal paling utama yang aku lakukan.

“Mamah papah, maafin aku ya…” 

“Iya, maafin mamah dan papah juga ya…”  

*Hening* 

*Krik krik*

Beberapa menit kemudian, belum sempat aku mengganti mukena dengan baju lebaran, orang tuaku langsung mengajak untuk berkunjung ke rumah tetangga, saudara, dan rumah nenek, tentunya. Kami pergi ke rumah nenek dengan berjalan kaki. Di jalan, aku bersalaman dengan siapapun yang lewat, dari orang yang aku kenal sampai yang tidak kukenal bahkan ada juga yang sampai cipika-cipiki, aku hanya bisa nyengir dan mikir “Ini siapa ya?” tapi yasudahlah, kan lagi lebaran.

Setibanya di rumah nenek, aku langsung disambut hangat oleh seekor kucing. Saat itu rumah nenek sedang ramai karena anak cucunya berkumpul semua. Dengan mata berkaca-kaca, aku menghampiri nenek dan meminta maaf padanya. Aku jadi teringat dengan kesalahanku kepada nenek, dulu saat beliau sakit, aku tak henti-hentinya bertanya tentang masa-masa muda beliau, nenek yang kebetulan cerewet pun dengan senang hati bercerita, padahal saat itu beliau butuh banyak istirahat. Hemm.

“Nek, Maafin semua kesalahan aku. Uhuk uhuk”  

Karena pendengaran nenek sudah berkurang, sambil menyetuh tangannya, aku mencoba meminta maaf lagi dengan suara yang sedikit tinggi. Nenek lalu memandangku dengan kening bekerut, aku tersenyum sumringah.

 "Nek, aku minta maaf ya. Hehe” 

*Hening*

"Nek?"

"Hemm" 

"Nenek, minal aidin walfaizin"

“EH INI SIAPA YA?”  Raut wajah nenek penuh tanya dan bingung. 

Wah, ternyata nenek lupa sama cucunya, gaes!  Seketika bibirku mengerucut. Ini bukan pertama kalinya nenek lupa dengan nama bahkan wujud cucunya sendiri. 

“Aku inong, Nek. Hiks”

Tak lama kemudian, nenek yang dari tadi duduk sambil memandangku dengan wajah keheranan akhirnya menyadari bahwa aku adalah cucunya. *Sujud Syukur*

"Inong, kapan sampai kesini? Sini sini"  Nenek merentangkan tangan untuk memeluk cucu yang baru saja ia lupakan. Duh nenek gemesin deh. 

Disiang hari saat aku sudah kembali ke habitat semula, suasananya mulai sepi, orang-orang mungkin sedang tidur siang. Aku pun begitu. Tapi saat malam tiba, diluar rumah terdengar riuh, jalanan dipenuhi dengan anak-anak pemburu THR sementara aku ditinggal sendirian. Kedua orang tua sedang bersilahturahmi ke rumah teman mereka. Kedua adikku juga sedang menjalankan misi mendapatkan angpao berlimpah, entah dimana.

"Assalamu'alaikum"  Suara anak-anak kecil menggema di teras rumah.

"Wa'alaikumsalam, masuk sini dek" Aku mempersilahkan mereka masuk, menyediakan minuman dan kue-kue diatas meja. Sehabis menyantap makanan yang ada, anak-anak kecil itu masih duduk dan tersenyum dengan tatapan penuh makna ke arahku. 

"Kak, makasih kuenya kita mau pergi dulu" Salah seorang anak berpamitan, namun pantatnya masih menempel di kursi. Pertanda ragu untuk melangkah keluar tanpa hasil. Ntahlah.

"Tunggu, Dek. Ini ada blahblablahblahblahblahblah" 

Akhirnya setelah mendapat apa yang mereka tunggu sedari tadi, anak-anak itu pun berpamitan dan meninggalkan rumah, akan tetapi sesudah berada diluar rumah, seorang anak berteriak memberi sebuah pengumuman entah kepada siapa "Woy disini dapet blahblahblah..."

Dan, tadaaaa! Datanglah 10 biji bocah lagi. 

Sama seperti sebelumnya, aku dengan senang hati mempersilahkan anak-anak itu masuk dan menyajikan minuman untuk mereka. Sayangnya, kali ini minuman yang aku hidangkan tidak disentuh . Bocah-bocah itu hanya memakan kue yang ada sambil sesekali memandangku penuh arti.

"Dek, kakak sendirian di rumah, dompet isinya udah habis, orang tua lagi pergi. Jadi, makan kue dan minum dulu ya. Angpaonya nanti dikirim lewat sms aja. Hehe"  Kendengarannya jahat sih, tapi mau bagaimana lagi? memang begitulah kenyataanya.

Mendengar perkataanku barusan, raut wajah mereka berubah menjadi sendu. "Yaahhh. Kalau gitu besok kita balik kesini lagi ya kak"  Aku mengangguk pelan.        Lalu mereka bubar secara serentak dan berpamitan pergi ke rumah tetangga sebelah. Suasana rumah pun berubah menjadi sepi kembali.

Sementara menunggu orang tua dan adikku pulang, aku memakan kue-kue yang ada. Satu jam kemudian, Windi datang ke rumah bersama pacarnya. Beruntung, karena kali ini aku tidak menjadi obat nyamuk lagi, justru aku dan Windi malah keasikan mengobrol tentang hal-hal tidak penting, mulai dari membahas tentang cat dinding, kursi rusak, lampu sampai membahas tentang semut yang mati diinjak. Begitulah kami, yang tidak penting aja kami bahas apalagi yang penting (?).

*****

Kurang lebih, seperti itulah cerita di hari pertama lebaran.. Satu hal yang aku sesali adalah: Aku lupa mengambil foto, lagi pula aku juga tidak membawa handphone saat bersilahturahmi ke rumah nenek, padahal waktu itu nenek sendiri yang menawarkan untuk ber-wefie ria, namun apalah daya, kami semua lupa membawa hape. Huhu~


PS: Inong atau ninong adalah nama panggilanku di rumah. Dari Noviyana ke Inong memang jauh banget sih tapi yasudahlah. 

8 komentar:

  1. Itu beneran ada anak-anak pemburu angpao macam gitu? Haha kirain cuman mitos aja, ternyata beneran ada. Maklum, saya orang komplek perumahan, jadi gak pernah nemu para hunter ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beneran ada kok, disini setiap lebaran banyak para hunter angpao bertebaran. Hahah:)

      Hapus
  2. enaknya yang bisa pulang kampung gitu terus ngumpul sama keluarga besar.
    gue jujur udah 15 tahun gak pernah pulang-pulang lagi, disini cuman bareng keluarga aja dan sekalipun belum pernah ngumpul dirumah nenek apalagi ketemu ponakan ataupun sepupu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waw 15 tahun, lamanyaaa :o

      Semoga suatu saat nanti bisa kumpul bareng di rumah neneknya ya :D

      Hapus
  3. Hmm, angpaonya dikirim lwt sms tp berupa plsa 50rb gpp jg sih tuh :D hahaha. Gapapa telat yg penting ngucapin. Ini aja aku telat bgt ya baru komem yg ini? :'D pdhal lebarannya udh kmana tau. Wkwk

    Kampungnya jauh sekalii di gorontalo yaa? Tp biarpun ga pulkam, lbaran di rmh jg enak ya, silaturahmi dan mampir ke rmh ttangga skaligus melenyapkan kue2 yg udh disediain. Haha. Aku jg gtu pas lebaran salaman sm org dri yg kenal ampe gak kenal:D

    Kirain aku Inong tuh bahasa apa, kyak "Neng" gtu. Trnyata panggilan... Tp jauh jg dri noviayana...hmm.. Yasudahlah. Trkadang nama panggilan d rmh itu mmang mnyebalkan :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmm bener juga yak, kirim pulsa. Gak kepikiran :D
      Gapapa telat, daripada engga sama sekali kan ya. wkwk

      Iya, dari Ternte ke Gorontalo mayan jauh lah, hehe. Walaupun gak ke Gorontalo tapi lebarannya masih tetep seru kok :D

      Inong itu dari Bahasa Aceh, artinya Perempuan :')

      Hapus